Resensi Buku
Judul :
Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan
Penulis :
Koentjaraningrat(1923-1999)
Cetakan :
ke 21, april 2015
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
ISBN :
978-602-03-1519-5
Jumlah :
i-viii + 163 Halaman
Daftar Isi Resensi Buku
Kuncaraningrat
Menjawab
Setiap
hari minggu kita membaca essay budaya. Essay budaya menjadi bumbu penyedap
disetiap harian atau koran-koran di negeri kita. Hampir semua koran mempunyai
rubrik budaya pada hari minggunya. Entah rubrik tersebut ditulis oleh redaktur
sendiri maupun melalui penulis luar.
Essay
budaya menjadi ajang untuk mengeluarkan unek-unek,
gagasan, ide melalui tulisan. Berbagai tanggapan terhadap kondisi dan situasi
sastra, budaya, adat-istiadat, perubahan sosial, peradaban dan masih banyak
lagi selalu dilontarkan melalui pembahasan yang menjadi tema utama.
Dengan
kata lain, masalah kebudayaan sampai pada detik ini masih di minati dan menjadi
perhatian besar dalam masyarakat. Pembahasan tentang kebudayaan, bertutur
melalui tulisan, gambar, diskusi, dan pidato. Kebudayaan menjadi pembahasan
yang kuno, sekaligus menjadi pembahasan yang abadi. Kebudayaan adalah masalah
yang secara terus-menerus akan melingkupi sisi kehidupan manusia.
Selagi
ada manusia, kebudayaan tidak akan bisa hilang. Sesungguhnya manusia hidup dengan
akal pikirannya itu sudah menunjukan bahwa manusia sudah bisa disebut sebagai
makhluk yang berbudaya. Ini akan membedakan manusia dengan makluk hidup lainnya
yang tidak memiliki akal dan pikiran. Akal dan pikiran adalah sumber dari
kebudayaan itu sendiri.
Kebudayaaan
selalu melingkupi sisi aspek kehidupan lainnya. Selalu ada reaksi terhadap
kebudayaan yang dihasilkan. Sebagai misal, kebudayaan akan selalu berhubungan
dengan mentalitas dan pembangunan. Masalah tersebut dikupas secara tuntas oleh
pakar antropologi, Koentjaraningrat(1923-1999), dalam buku berjudul,
“Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan”.
Meskipun
buku ini ditulis pada tahun 1974, namun masih relevan dan dipakai sebagai teori
atau rujukan pada jaman sekarang. Dari masa-kemasa, buku ini selalu diminati
oleh para penggemarnya dan menjadi referensi ampuh untuk para penulis,
budayawan, motivator, negarawan dan masih banyak lagi. Terbukti buku ini
terakhir diterbitkan tertulis; cetakan yang ke 21 pada april 2015.
Dua
puluh pertanyaan mengenai kebudayaan, mentalitas dan pembangunan dijawab
Kuncaraningtat dengan bahasa dan gaya tulisan yang sederhana, sehingga para
pembaca bisa dengan cepat memahami tanpa mengernyitkan dahi. Ditambah lagi
dengan pemberian contoh, maupun ilustrasi yang membuat buku ini mempunyai tulang,
daging, kulit dan bukan hanya berbentuk suwung.
Kebudayaan
diartikan bukan hanya pikiran, karya dan hasil karya manusia yang memenuhi akan
keindahan saja, namun kebudayaan memiliki arti yang sangat luas. Kuncaraningrat
mengartikan bahwa kebudayaan itu adalah seluruh total dari pikiran, karya, dan
hasil karya manusia yang tidak berakar dari nalurinya, dan yang karena itu
hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Proses belajar
disini sangat penting dan menjadi pengembangan terhadap kebudayaan.
Kuncaraningrat
memberi contoh dengan menulis, “perbuatan yang sebenarnya juga merupakan
perbuatan naluri seperti makan misalnya, oleh manusia dilakukan degan
peralatan, dengan tata cara sopan santun dan protokol, sehingga hanya bisa
dilakukan dengan baik sesudah suatu proses belajar tata cara makan.”(hal.2)
Dengan
proses secara terus menerus itu kebudayaan akan menjadikan manusia memiliki
mentalitas untuk membangun diri sendiri dan masyarakat sekitar. Setelah
berkebudayaan diterapkan dalam diri sendiri dan menjadi proses pembelajaran,
selanjutnya akan menimbulkan kekuatan mentalitas yang tinggi, seperti berusaha
atas kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiri, berdisiplin murni, dan
berani bertanggung jawab sendiri. (hal.40).
Tanpa
mentalitas yang tinggi untuk mengubah mulai dalam diri sendiri, manusia akan
terpuruk dan sama sekali tidak mengetahui hakikat tentang hidup. Kelemahan-kelemahan
mentalitas peninggalan jaman sebelum revolusi masih terawat hingga sekarang.
Kelemahan
itu sudah sangat kuat mengakar dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya para
pemegang kekuasaan dan birokrat, namun
petanipun juga termasuk di dalamnya. Petani sampai sekarangpun masih akan
menjawab dengan sangat logis bahwa manusia itu bekerja keras untuk makan. (hal.42)
Lemahnya
mentalitas kita berakibat pada tataran pembangunan untuk pengembangan diberbagai
sektor. Pemberian contoh atau gambaran negara lain dianggap penting untuk tolak
ukur dan sebagai bahan referensi. Kuncaraningrat menggambarkan kebudayaan,
mentalitas dan pembangunan manusia Jepang yang selama ini kerap menjadi
perhatian dunia.
Salah
satu kelemahan mental adalah sikap menerabas. Sikap ini adalah sikap yang
mengutamakan hasil secara instan. Sikap instan digambarkan sebagai sikap yang
tanpa mengindahkan banyak kerelaan berusaha dari permulaan secara selangkah
demi selangkah. Masa sekarang sudah menjadi tren bahwa kecepatan atau menempuh
dengan cara instan adalah jalan terbaik.
Namun
dibalik itu semua, tanpa disadari kita telah berusaha dengan tanpa berproses
dan enggan mengunyah pahit getirnya masa permulaan berusaha. Akhirnya banyak
ditemui, banyak anak muda yang mengejar simbol-simbol kesuksesan dengan secepat
kilat tanpa adanya proses berkebudayaan yang memadai.
Buku ini
mengajak kita bukan hanya menghayati sebuah kebudayaan, mentalitas dan
pembangunan, namun kita diajak untuk mengambil langkah konkret untuk menjadi
manusia berkebudayaan dengan mentalitas yang kuat. Yang nantinya bisa menjadi
salah satu ikhtiar untuk mewujudkan pembangunan dan peradaban yang lebih baik.
Oleh: bisri nuryadi
0 Komentar untuk "Resensi Buku Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan"