Resensi
Buku ; Kakawin sumanasantaka
Daftar Isi Resensi Buku
Hormat dan Kehormatan
Melihat jaman kuno di Jawa tidak akan
terlepas dengan kakawin, puisi Jawa kuno. Melalui kakawin kita diajak untuk
membuka kembali berbagai pemahaman-pemahaman tentang pemikiran para empu. Para
empu ini selalu memberikan gambaran melalui karya-karyanya kepada generasi
selanjutnya. Mereka diajak kembali melihat karya nenek moyang leluhur yang
telah mendahului di tanah Jawa.
Salah satu Kakawin yang epik adalah Kakawin
sumanasantaka, yang ditulis oleh empu Monaguna, pujangga kediri abad ke 13.
Nama Monaguna sendiri, seperti halnya empu Jawa kuno lainnya adalah nama
samaran. Monaguna sendiri berarti pendiam. Judul sumanasantaka memberi artian
“mati karena bunga sumanasa. Bunga dijadikan senjata serta kutukan yang dapat
mematikan dan mengakhiri kutukan.
Dewi Dyah Harini harus terlahir
sebagai manusia karena terkena kutukan Begawan Trnawindu. Ia dikutuk karena
menggodanya saat sang Begawan bertapa. Namun, kutukan itu bisa berakhir setelah
Dyah Harini yang terlahir sebagai manusia dan setelah menikah hingga mempunyai
anak, bunga sumanasa akan datang dan ia pun akan mati. Karena kematiannya itu
ia akan kembali ke surga dan kembali menjadi sang Dewi. Akhirnya benar adanya
yang dikatakan Begawan Trnawindu, Harini terlahir sebagai anak seorang raja
yang bernama Indumarti.
Kelak setelah dewasa Indumarti akan
mengadakan sayembara. Dalam sayembara yang diikuti para pangeran kerajaan itu,
ia memilih pangeran Aja untuk menjadi suaminya. Kisahpun berlanjut dengan kisah asmara,
bercinta dan bersenggama. Kisah tentang kehidupan sosial, politik kerajaan, dan
adu kekuatan antar senjata menghiasi dalam cerita.
Suatu hari saat mereka
senang-senangnya megarungi samudra hidup bersama-sama, Dewa datang untuk
menaburkan bunga Sumanasa yang layu karena suara kecapi dari Narada. Bunga
jatuh ke dada Indumarti, diambilnya bunga itu dan seketika Indumati mati.
Kematian ini sekaligus mengantarkan Indumarti ke Harini, dengan kata lain ia
kembali berwujud dewi di surga. Karena bunga sumanasa tersebut telah mengakhiri
kutukannya sebagai manusia. Namun selanjutnya, setelah delapan tahun berlalu,
Prabu Aja meninggal dan menyusl Harini. Mereka hidup kekal di surga. Romantis.
Seronatis kisahnya, kakawin yang
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia juga mengandung unsur-unsur pembentuk
kalimat yang terbilang ampuh, romantis dan puitis. Sebagai misal Kita bisa
membaca pada Pupuh 170, (halaman 471-2).
Suamiku, Gustiku, inilah wasiat terakhirku/Aku datang
kepangkuanmu untuk kau cium/untuk pamit kepada dadamu/dan kemudian, Gustiku,
terbaring mati dipangkuanmu//Jika kelak kau terlahir kembali/pinggangku akan
selamanya dalam pelukanmu/cintamu akan bersatu dengan cintaku/hidungmu akan
terlahir kembali bersama pipiku.
Tentunya sepenggal bait tersebut menceritakan
saat Dyah Harini sesaat mendapatkan bunga Sumanasa dan kemudian ia meminta
pamit kepada sang suami tercinta. Kisah cinta telah melenakan dan sejenak
melupakan kutukan. Kutukan berubah menjadi kisah cinta yang tidak akan
terlupakan walau ajal sudah di depan mata.
Penceritaan tentang mitos, yang
menghadirkan dewa, Dewi, pangeran, raja, kutukan selalu bisa melengkapi karya
sastra Jawa kuno. Kitab ini ingin berbicara kepada pembacanya untuk selalu
melakoni garis hidup yang sudah digariskan. Hidup harus selalu berjalan seiring
berjalannya waktu tanpa ada kekeewaan atas kesalahan pada masa lalu.
Dyah Harini atau Indumarti
mengajarkan semangat dan pasrah kepada yang maha hidup. Keberterimaan dalam
melakoni hidup ia tunjukan kepada orang-orang terdekat dan tentunya para dewa
yang selalu menyaksikannya sewaktu menjalani kutukan. Akhirnya ketegaran bisa
membawa manusia kepada kebahagiaan yang sesungguhnya. Hukuman ia jadikan
sebagai pengikat atas dirinya sebagai subjek dan kutukan sebagai obyek yang
harus di jalani. Tetap jalan meskipun sulit. Tetap setia menjalani sebagai
manusia walaupun sesungguhnya ia seorang dewi.
Dyah Harini, sebelum menjadi manusia
adalah dewi yang hormat. Ia mendapatkan kutukan itu sesungguhnya bukan
kesalahannya. Namun ia juga hanya melaksanakan perintah dari Dewa Indra, raja
dewa. Karena rasa hormatnya kepada Indra, ia bersedia turun ke pertapaan
brahmana muda, Trnawindu, yang terkenal keunggulannya dalam bertapa.
Akar masalah yang sesungguhnya yang
dialami oleh Dyah Harini adalah disini. Masalah yang membuatnya hingga
meneteskan air mata, karena tidak berhasil menggoda sang pertapa, dan harus
menerima tudingan tangan kiri dari pertapa dan akhirnya memberikannya sebuah
kutukan. Kutukan yang harus dijalani dengan suka dan duka. Bahagia dan air
mata.
Sungguh sikap hormat yang sangat
kuat, Dyah Harini sama sekali tidak berontak kepada sang penyuruh Dewa Indra.
Malah ia sanggup melakoni kutukan itu hingga akhirnya ia terlepas dari kutukan
tersebut. Dengan berakhirnya kutukan tersebut, Dyah Harini kembali ke surga
Indra dengan segala kehormatan seorang Dewi. Tidak cacat sedikitpun. Membaca
kakawin Sumanasantaka membawa kita pada cerita-cerita yang epik pada jaman Jawa
kuno yang sarat dengan romantis, perjuangan, makna, pesan, penuh imajinasi dan bisa
dijadikan pembelajaran dalam hidup.
Oleh bisri nuryadi
Baca juga:
Ing netrane donya ana wayang
Wayang lan politik
Tema Sejarah
Lontar, crita lan sujarah
Satlereman crita bathik
Tema Politik
Jawa, jokowi lan korsel
Politik lan Wayang
Tema Pendidikan
Jenang, generasi mudha lan kurikulum
Tema Sastra
Titipane om sos lan mbah parto
Gunung lan sastra
Mobah-mosiking sastra jawa
Tema Agama
Dipanegara ing wulan pasa
Pasane wong jawa
Sesambungane agama lan budhaya
Islam lan mistik
Pasa lan laku tapa
Nggoleki gempilane jiwa (Hari Raya IF)
Tema modhernisasi
Among tani lan modhernisasi
Prekara Jawa ing mangsa digital
Tema Karawitan
Ana rasa sajrone gendhing
Tema Ramalan
Jangkane lemah samengkone
Mekaten essay/artikel maneka warna kang sampun kababar dening kelasjawa.com. Mugi-mugi saged nambah kawuh tumrap kita sedaya. Maturnuwun.
Baca juga : Resensi Buku Jawa
Judul buku: Kabuncang ing Pangangen
Penulis : JFX. Hoery
Penerbit : Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro(PSJB)
Cetakan : Pertama, April 2016
Irah-irahan: Menyok lan Bothekan. Kumpulan crita cekak sarta geguritan
Panyerat : Nardi
Cetakan : Pertama, 2016
Katerbitake dening : sanggar sastra Pamarsudi sastra Jawi Bojonegoro(PSJB)
Irah-irahan: Ledhek Saka Ereng-Erenge Gunung Wilis
Panyerat : Tulus Setiyadi, S.TP
Cetakan : Pertama, Nopember 2016
Katerbitake dening : Pustaka Ilalang Group. Lamongan-Jawa Timur
Daftar isi essay Jawa
Tema wayang Ing netrane donya ana wayang
Wayang lan politik
Tema Sejarah
Lontar, crita lan sujarah
Satlereman crita bathik
Tema Politik
Jawa, jokowi lan korsel
Politik lan Wayang
Tema Pendidikan
Jenang, generasi mudha lan kurikulum
Tema Sastra
Titipane om sos lan mbah parto
Gunung lan sastra
Mobah-mosiking sastra jawa
Tema Agama
Dipanegara ing wulan pasa
Pasane wong jawa
Sesambungane agama lan budhaya
Islam lan mistik
Pasa lan laku tapa
Nggoleki gempilane jiwa (Hari Raya IF)
Tema modhernisasi
Among tani lan modhernisasi
Prekara Jawa ing mangsa digital
Tema Karawitan
Ana rasa sajrone gendhing
Tema Ramalan
Jangkane lemah samengkone
Mekaten essay/artikel maneka warna kang sampun kababar dening kelasjawa.com. Mugi-mugi saged nambah kawuh tumrap kita sedaya. Maturnuwun.
Baca juga : Resensi Buku Jawa
Judul buku: Kabuncang ing Pangangen
Penulis : JFX. Hoery
Penerbit : Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro(PSJB)
Cetakan : Pertama, April 2016
Irah-irahan: Menyok lan Bothekan. Kumpulan crita cekak sarta geguritan
Panyerat : Nardi
Cetakan : Pertama, 2016
Katerbitake dening : sanggar sastra Pamarsudi sastra Jawi Bojonegoro(PSJB)
Irah-irahan: Ledhek Saka Ereng-Erenge Gunung Wilis
Panyerat : Tulus Setiyadi, S.TP
Cetakan : Pertama, Nopember 2016
Katerbitake dening : Pustaka Ilalang Group. Lamongan-Jawa Timur
2 Komentar untuk "Resensi Buku ; Kakawin sumanasantaka"
kalau dulu kan via pos, kalau sekarang ngirimnya via email udah bisa apa blum ?
sudah bisa bro,,.. langsung kirim saja