Resensi buku ; Anak-Anak Toto Chan
Daftar Isi Resensi Buku
Pengembaraan Kemanusiaan
Tujuh puluh dua persen pelacur di Haiti
Terjangkit HIV, kata mereka
Aku bertanya pada salah satunya
Yang baru berumur dua belas tahun
“Apakah kau tidak takut pada AIDS?”
Jawabnya singkat dan langsung
“Ya, aku takut, dan bahkan jika aku terkena AIDS,
Aku kan tetap hidup beberapa tahun lagi, bukan?
Kalau akau tidak bekerja,
Tak ada makanan untuk besuk.”
Keping-keping recehnya bisa menyelamatkan
Keluarganya dari kelaparan.
Bait-bait puisi diatas berjudul kemiskinan sejati. Aku baca
dalam buku berjudul, “Anak-anak Totto Chan, Perjalanan kemanusiaan untuk
anak-anak dunia”, garapan Tetsuko kuronoyagi:2010. Penulis buku adalah dulu yang swaktu muda
sudah pernah menerbitkan buku berjudul, “Totto Chan, gadis cilik di jendela”. Buku
bersampul putih ini dipersembahkan kepada 190 anak yang meninggal karena
kekurangan gizi, penyakit menular atau perang saudara. Perjalanannya menjadi
duta kemanusiaan UNICEF selama kurun waktu tiga belas tahun sejak tahun 1984 sampai
1997, menjadikannya untuk terus bergerak demi pamrih keadilan untuk anak-anak
dunia.
Di awal-awal halaman Tetsuko mengeluarkan isi hatinya melalui
puisi. Puisi dihadirkan karena memang ia tidak rela jika anak-anak itu harus
hidup dalam keterbelakangan, kemiskinan, dan menjadi korban perang. Ada
ketimpangan yang begitu besar terhadap anak-anak. Ia membandingkannya dengan
anak-anak yang ada di Jepang. Di tempat kelahirannya, mereka anak-anak dapat
hidup dan mengenyam pendidikan yang layak, namun di negara-negara yang ia kunjungi
ternyata obyek yang di saksikan terlalu menggenaskan untuk di saksikan. Ia
berharap semua anak dari segala penjuru dunia hidup dengan bahagia dan bisa
menyambut hari-harinya yang cerah. Seperti yang di gambarkan dalam halaman pertama,
Tetsuko dengan wajah ceria berlari seperti akan menyambut impian dengan
beriringan anak-anak berkulit hitam. Anak-anak terlihat bahagia dan menguarkan
gigi-giginya yang putih sebagai pertanda bahwa ia tertawa girang.
Selama
menjadi duta itu ia melakoni perjalan ke berbagai negara yang memiliki masalah
tentang anak-anak. 12 negara ia kunjungi, Dari tahun 1984 sampai 1996. Negara itu
diawali dari Tanzania, Nigeria, India, Mozambik, Kambodja dan Vietnam, Angola,
banglades, Irak, Etiopia, Sudan, Rwanda, Haiti, dan yang terakhir
Bosnia-Herzegovina. Negara-negara dulu sering kita jumpai di televisi maupun
koran-koran dengan berbagai kabar buruk yang menimpanya.
Pada
halaman 30, sewaktu di Tanzania, Tetsuko terkenang dengan Kata-kata yang
disampaikan salah seorang kepala desa. Tetsuko kuronayagi selalu mengingat
ucapan itu, “Miss Kuroyanagi, saat anda kembali ke Jepang ada satu hal yang saya
ingin anda ingat: orang dewasa meninggal sambil mengerang, mengeluhkan rasa
sakit mereka. Tap ianak-anak hanya diam. Mereka mati dalam kebisuan, di bawah
daun-daun pisang, memercayai kita orang-orang dewasa.”
Kata-kata
yang sederhana namun bisa menusuk sanubari yang mendengarkannya, karena
berkaitan hidup dan mati seorang anak.
Ditambah
lagi di desa itu, Tetsuko dipertemukan kepada seorang anak anak berumur 6
tahun yang yang bernama, Ragati. Anak
itu memberikan segenggam tanah dan selalu mengatakan, “giyon”. Jika dicerna
sebenarnya kata itu tidak ada artinya sama sekali. Ragati mengalami kerusakan
pada otaknya yang tidak mungkin disembuhkan. Sungguh pemandangan yang membuat
perasaan menjadi mendesir sedih tatkala melihat anak itu yang hanya bisa duduk
dan merangkak karena tak kuasa berdiri.
James
P. Grant, direktur eksekutif UNICEF memberikan keterangan kepada Tetsuko
tentang kematian anak-anak dunia sewaktu bertemunya di kantor New York 1984.
Bahwa empat belas juta anak meninggal setiap tahunnya. 8,4 juta anak meninggal
dari wilayah Asia. Dari jumlah di Asia itu, 3,5 juta terjadi India. Anak-anak
meninggal karena dehidrasi akibat diare dan penyakit menular lain, padahal
semua penyakit tersebut bisa dicegah dengan vaksinasi.
Kunjungannya
di India meninggalkan kesan sedih tersendiri. Ia mengamati banyak anak-anak
yang tubuhnya hanya tulang yang terbungkus oleh kulit hitam nan kriput. Kita
tidak akan tega melihat gambar pada halaman 73 dan 77. Seorang anak menangis dipelukan
ibunya dan satunya tergeletak di ranjang kasur rumah sakit dengan kondisi yang
sangat memprihatinkan.
Perjalanan-perjalanan
Tetsuko berikutnya selalu merujuk kepada penderitaan anak-anak dunia. Untuk
catatan terakhir, aku tidak kuat meneruskan tulisan-tulisan dan menyaksikan
gambar-gambar yang disajikan dalam buku ini. Pemandangan yang tidak biasannya.
Dulu aku sering mendengar lagu “Etiopia”, yang dinyanyikan oleh Iwan fals. Dulu
sewaktu kecil mendengarkan lagu itu seakan ikut merasakan apa yang dialami oleh
penduduk di sana. Namun untuk gambaran lebih jelasnya, kini aku temukan dalam
kunjungannya Tetsuko pada tahun 1992. Tetsuko menggambarkan perjalanannya ini
pada halaman 191. Silahkan teman-teman membacanya.
Buku
garapan Tetsuko menjadi pendokumentasian terhadap perjalannya selama menjadi
duta kemanusiaan UNICEF. Buku bisa selalu menjadi rujukan untuk tema-tema
berkaitan tentang anak-anak. Epilog dalam penutup buku, disampaikan juga dengan
puisi seperti dalam awal-awal halaman. Pada halaman 300, di bait terakhir,
puisi itu berbunyi,
“Semua orang sama.
Marilah kita semua bersahabat.
Hanya itu.
Jadi kami melakukan segala hal bersama-sama.
Setiap orang butuh sahabat, teman untuk tertawa.
Anak-anak yang kelaparanpun ingin jadi temanmu.
Itulah yang ingin kusampaikan padamu.
Oleh bisri nuryadi
Di meja rumah, 23 Mei 2015
Daftar Isi Resensi Buku
0 Komentar untuk "Contoh Resensi buku ; Anak-Anak Toto Chan"