Cerpen misteri



Imajinasi Seorang Penjaga Pohon Leses

Ratusan macan yang kelaparan tidak sedang menyerbu manusia yang tengah tertidur pulas di dalam rumah yang terlalu mirip dengan rumah dara itu. Ratusan macan yang bertindak tanpa akal dan pikiran juga tidak sedang menyebarkan bau kematian atas manusia paling terkutuk. Tetapi memang ada ratusan manusia yang dengan sadar membawa panah api, tombak, keris, dan panji-panji kemenangan bergambar pohon leses dengan langkah gemuruhnya.

Tentu tak ada seorangpun-di dhusun itu-yang mengingingkan kematian seorang bocah kecil yang memang  masih tenang disaat ratusan anak panah ingin menerkamnya dalam keadaan apapun. Tak juga dengan sesepuh dhusun, eyang Kridho. Apalagi Anggoro, pemeluk teguh ajaran nenek moyang yang mengharamkan warga dhusun berdoa dan meminta bantuan kepada makhluk lain kecuali pohon leses. “Namun, demi kesucian pohon leses, bocah itu harus dimusnahkan.”, Demikian batin Anggoro menjawab.

Suara-suara pelan dengan nafas ngos-ngosan serta detak jantung mereka yang kian kencang menandakan ketidaksabaran untuk melepaskan anak panah api, tombak, dan keris ke satu pusat sasaran.

“Anggoro, tunggu apa lagi?” Bisik salah satu warga dhusun yang membawa tombak besi waja yang baru saja ia pipihkan agar mata tombak semakin runcing.
Anggoro sejenak menatap bulan dan segera memberikan jawabannya.
“Sebentar lagi paman, ketika rembulan tepat berada diatas kepala kita, itulah saat yang tepat membasmi manusia iblis itu.”
“Para warga sudah tidak tahan, Anggoro. Cepat beri perintah.” Warga itu terus mendesak.
Akhirnya Anggoropun memberi penjelasan mengapa ia belum juga memberikan perintah.
“Paman, ketika rembulan tepat berada diatas kepala kita, kekuatas sihir anak itu akan terserap oleh sinarnya, dan kita akan berhasil membasminya demi kecintaan kita terhadap sesembahan pohon leses”.

Ratusan manusia yang mendengar perkataan itu sontak menjadi bergetar hatinya, seakan-akan kekuatan yang luar biasa merasuk ke dalam tubuh mereka. Sementara Bocah mungil yang belum genap berumur 7 tahun dan menjadi target serangan itu masih saja tertidur pulas, tanpa ada ketakutan sedikitpun.
Bocah mungil yang belum genap berumur 7 tahun telah menjadi target penyerangan, kenapa bisa terjadi?
***
Semua itu bermula dari Simbah Yekti, kakek dari bocah yang terkepung. Semasa hidupnya simbah Yekti dikenal sebagai sosok yang pendiam dan baik hati. Tidak suka berbuat jahat. Ia juga sering beribadah di pohon leses untuk meminta sesuatu.

Namun, saat simbah yekti berumur 103 tahun, para warga terutama sesepuh desa merasa ada yang aneh dengan simbah Yekti. Di usia yang begitu senja Simbah Yekti belum juga meninggal. Karena itulah semua warga menyimpan tanda tanya besar.  Kasak-kusukpun mulai terdengar dari berbagai sudut dusun. Di sungai tempat para ibu mencuci, disetiap rumah, dan tidak ketinggalan di warung mbok Lasiyem tempat para bapak bercengkrama. Mereka hanya mengusung satu pertanyaan, “ Apa yang terjadi dengan Simbah Yekti?”

Anggoro, salah satu pemuda dusun yang juga penyembah taat pohon leses, tidak ketinggalan dengan berita keganjilan ini. Dalam kesehariannya, Anggoro sering berdoa bersama-sama dengan Simbah Yekti. Sering kali Anggoro mengingatkan cara beribadah Simbah Yekti, karena tata cara ibadahnya agak berbeda dengan cara beribadah selayaknya. Namun simbah Yekti hanya bisa tersenyum dan membalasnya dengan singkat.

“Ibadahku sama seperti leluhurku, Nak.” Lalu dengan segera simbah Yekti berbalik arah meninggalkan Anggoro dan pohon leses.

Anggoro hanya bisa menahan sesuatu yang mungkin ia anggap sebagai angin lalu dan tak perlu dibahas. Namun setelah kematian simbah yekti yang misterius itu, anggoro ingin mengambil langkah agar sejarah tentang Simbah Yekti tidak berulang kembali.
Simbah Yekti mengalami Kematian yang misterius, bagaimana ceritanya?
***
Ya. Simbah Yekti meninggal dengan tidak wajar. 7 hari di akhir hayatnya ia menghilang entah kemana. Padahal sebelumnya ia terbaring di kamar tidurnya. Namun saat subuh, anaknya, Lardi berteriak kencang meminta tolong kepada tetangga untuk mencari kepergian Simbah Yekti. Para wargapun mencarinya disetiap pojok dusun, namun para warga menyerah, karena setelah beberapa hari mencarinya ternyata hasilnya tetap nihil.

Tiba-tiba setelah beberapa hari Simbah Yekti menghilang, salah satu tetangga Lardi dikagetkan oleh sesosok tubuh orang tua duduk di depan rumah Lardi. Tak lain sesosok tubuh itu adalah simbah yekti. Naasnya, setelah Simbah Yekti pulang, ia hanya diam dan tak bisa berbahasa.
Berbagai tafsirpun keluar dari para warga dhusun itu. Pembicaraan mereka tertuju pada simbah yekti. Obrolan tampak rame di warung Mbok Lasiyem.

“Kalian tahu tidak, mengapa Simbah Yekti hanya diam saja setelah beberapa hari hilang?” Anggoro dengan lantang memulai percakapan.
“Emang kenapa, Anggoro?” Mereka membalas dengan pertanyaan juga.
Keadaan menjadi khusyuk menunggu jawaban dari Anggoro.
“Hanya orang yang punya ilmu macan rontek saja yang bisa seperti simbah Yekti.”
Para wargapun hanya bisa saling memandang dan mengulangi kata yang keluar dari mulut Angoro dengan lirih.
“Kita semua tahu bahwa umur Simbah Yekti itu lebih dari 100 tahun. Orang yang memiliki ilmu ini  diakhir hayatnya juga pasti akan mengalami kemisteriusan, seperti menghilang beberapa hari dan mengalami keanehan lainnya. Seperti ciri-ciri Simbah Yekti sekarang ini.”

Omongan Anggoro nampaknya menjadi kebenaran mutlak di dusun itu. Sebagian warga mengambil sendiri kesimpulan bahwa orang yang mempunyai ilmu seperti yang disebutkan oleh Anggoro bisa mendatangkan berkah. Karena itu dengan berlomba-lomba mereka mendatangi rumah Lardi untuk bertemu dengan simbah Yekti. Mereka banyak yang membawa gula, teh, beras maupun buah-buahan yang diperuntukan kepada simbah yekti. Setelah itu mereka bersalaman dan kadang juga ada yang mengusap-usap tangan simbah yekti. Entah apa yang mereka perbuat, namun dalam benak mereka hanya satu. Mereka butuh berkah dari simbah yekti. Mereka tidak pedui dengan Simbah Yekti yang hanya diam seakan menatap ke sebuah tempat.

Dengan cepat berita terdengar di telinga Anggoro. Ia tampak murka dengan berita ini. Ia juga tidak mengira kalau pembicaraanya di warung malam itu akan berbuah pahit. Bergegas ia menuju ke rumah sesepuh dusun untuk membicarakan hal yang dirasa sangat berbahaya diatas segala-galanya.
“Eyang Krido, penduduk Dusun sudah gila semua. Mereka tidak lagi menyembah pohon leses, namun menyembah simbah Yekti.”
Eyang Krido hanya menatapnya dengan serius lalu menganggukan kepalanya pelan. Seolah ia sudah paham dengan keadaan yang sedang terjadi.

Sambil mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah ini, besuknya waktu menjelang petang tetangga Lardi kembali dikagetkan oleh tatapan matanya. Ia melihat Simbah Yekti bercengkrama dengan cucunya, anak dari Lardi. Tetangga itu langsung menghampirinya.
Entah apa yang dibicarakan Simbah Yekti, namun yang pasti simbah itu dengan mulut komat-kamit menatap mata cucunya. Bocah itu hanya diam seakan terhipnotis.
Saat itu juga Simbah Yekti memeluk cucunya tanpa melepaskannya. Lardi keluar dari rumah dan terpana melihat eyang dan cucu saling berpelukan. Lalu lardi mengangkat bapaknya dengan dibantu tetangga. Namun air mata Lardi bercucuran ketika mendapati bapaknya sudah tidak bernafas lagi.
***
“Semua bersiaappp..” Teriak Anggoro disambut teriakan maut ratusan warga ditengah malam purnama.
“Bocah itu telah mewarisi ilmu Simbah Yekti. Demi ketaatan kita terhadap pohon leses, kita musnahkan iblis itu.” Kalimat pembuka anggoro yang disambut dengan teriakan-teriakan kemenangan. Tak lama berselang, anak-anak panah api melesat mendekat rumah yang didalamnya tertidur pulas seorang bocah yang nampaknya belum tahu apa itu dosa. Sementara pembawa senjata keris, tombak dan pedang mengelilingi rumah dengan wajah beringas dan tangan yang cemas.

Tidak jauh dari kerumunan, tepatnya di tengah dusun, Pahon leses tetap berdiri gagah. Namun malam purnama itu ia tampak pelan-pelan menggugurkan daunya satu persatu.

Oleh : Bisri Nuryadi
Tinggal di karanganyar Jateng
Alumnus Univet Bantara Sukoharjo




Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "Cerpen misteri"

Back To Top