Yang aku lakukan saat menulis Ah Tenane mungkin saja berbeda dengan teman-teman. Namun banyak juga yang menemui persamaan denganku. Untuk pertama, aku akan menuliskan dulu semua narasi cerita kedalam bentuk tulisan. Aku tidak terlalu berfikir tentang kesalahan ejaan yang sudah aku tuliskan. Judulpun aku menulis belakangan. Sebagai pengalaman, kini aku mewajibkan menulis dulu narasi sampai selesai.
Dulu pernah terjadi aku berhenti di tengah-tengah menulis dan melakukan hal yang lain. Saat ingin melanjutkannya lagi aku merasa sangat kurang bergairah. Karena harus mengulangi lagi pemahaman jalan cerita dari awal. Dengan menyelesaikan langkah ini berarti kita bisa merambah ke langkah yang berikutnya, yaitu menata tulisan, kata dan paragraph.
Tulisan di
bawah sekedar contoh saja. Beberapa langkah yang aku lakukan saat merangkai
cerita. Inilah Proses Nulis Ah Tenane Solopos yang aku lakuikan. Tulisan diambil dari cerita berjudul, “Naik Lift”.
Langkah
1
Mengeluarkan
isi ide melalui tulisan terlebih dahulu
Jika ada ketikan yang salah, kita biarkan saja. Karena jika dibetulkan yang dikhawatirkan ide yang ada dipikiran berhenti. Tulisan merah adalah tulisan yang salah.
Contoh Ketikan
Bependdikan
tingi tetnyata tidak selalu paham akan kesdaran beteknologi.
Buktinya, John Koplo, gruu swasta di SMA
Boyolali yang menyandang gelar SI pun masih kikuk karena memang tidak selalu
menggunakannya. Terbukti beberapa npekan yang
lalu ia bertandang ke kampus negeri di wilayah Solo, perlunya untuk mencari
informasi terkait dengan beasiswa S2 yang diperuntukkan para guru.
Karena disekolah tidak ada jadwal malka ia menyempatkan unutk ke
SOLo.
“Bu, berangkat dulu, Ya.” Ucap Koplo
kepada istrinya.
“Hati-hati, Pak. Sekarang Solo rame.”
Jawab Cempluk.
Jam delapan poagi
ia berangkat, dan satu jam berlalu ia sudah sampai di kampus yang ia tuju. Ia
mencari gedung fakultas pendidikan dan dengan mudah menemukannya.
Setelah motor diparkir ia masuk ke
dalam, dan bertanya kepada pak satpam.
“pak, kantor
pascasarjana di mana ya?” Tanya Koplo.
“O.. Silahkan naik, Pak. Lantai
lima.” Jawabn atpam, sebut saja Koplo.
Sesuai dengan perintah Koplo, Koplo
naik ke atas dengan menaiki Lift, dan dengan cepat sampain
ke gedung 5.
“Wah jaman sekarang teknologi sangat
modern. Tifdak usah naik tangga.” Batin Koplo.
Setelah sampai ke atas, ia segera
mencari kantor yang dituju, semua sudah ada tulisannya jadi dengan sangat mudah
mencarinya.
Beberapa saat menanyakan informasi,
akhirnya selesailah agenda Koplo dan bisa pulang dengan membawa informasi yang
ia butuhkan.
Ia kembaliu
ke depan Lift dan memencet tombol bawah. Setelah pintu terbuka ia masuk dan
dengan sigap memencet tombol satu. Kebetulan waktu itu ada mahasiswi masuk ke
dalam lift bersama Koplo, dan ia cempluk juga memencet tombol. Setelahnya pintu
menutup dan bergerak turun dan akhirnya membuka. Cempluk keluyar, begitu juga dengan Koplo.
Namun alangkah kagetnya Koplo setelah
melihat suasananya bukan lantai dasar.
“Badalah, kok rung tekan
ngisor.” Grundelan Koplo.
Didepannya ada tangga turun, ia lalu
turun tangga. Ia tambah bingung. Dan setelahnya ia turun tangga lagi. Dan ia
baru sampai di lantai dasar. Sampai lantai dasar ia baru sadar bahwa ia tadi
waktu turun dengan lif bersama cempluk turun
lantai 4, jadi waktu itu cempluk memang memencet tombol 4.
“Asemik. Kaya ngene og arep golek
beasiswa S2?” batin Koplo sembari tertawa sendiri.
Langkah
2
Menata
Tulisan, Kata Dan Paragraph. Bisa Juga Mengisi Judul
Jika kita
baca tulisan pada langkah 1, ternyata banyak ejaan dan tulisan yang salah.
Untuk langkah ke dua ini kita bisa membenarkannya. Kalimat bisa ditambah,
dihapus maupun dirubah. Untuk langkah ke dua ini pastikan jalan cerita sudah
bisa dipahami.
Contoh Ketikan
Salah Naik Lift
Berpendidikan tinggi ternyata tidak
selalu paham akan kesadaran berteknologi. Buktinya, John Koplo, guru swasta di
SMA Boyolali yang menyandang gelar Sarjana inipun masih kikuk menggunakan teknologi. Seperti kejadian beberapa pekan yang
lalu saat ia bertandang ke kampus ngetop di Solo, terkait informasi beasiswa S2
untuk guru. Untuk itu, jam delapan pagi ia sudah siap dengan semuanya.
“Bu, berangkat dulu, Ya.” Ucap Koplo
kepada istrinya, Cempluk.
“Hati-hati ya, Pak. Sekarang Solo
rame banget.” Jawab Cempluk.
Setelah satu jam-an perjalanan, Koplo
sampai kampus dan segera menuju ke fakultas pendidikan.
“Pak, kantor Pascasarjana di mana
ya?” Tanya Koplo kepada satpam, sebut saja Koplo.
“O.. Silahkan naik, Pak. Lantai
lima.” Jawab Koplo.
Koplo segera naik ke atas dengan
menaiki Lift, dan dengan cepat sampai di gedung lima. Tidak susah mencari
kantor yang mau ia tuju karena semua sudah ada tulisannya. Beberapa saat
menanyakan informasi kepada penjaga kantor, akhirnya selesailah agenda Koplo
dan bisa pulang.
Ia kembali ke depan Lift dan memencet
tombol panah ke bawah. Setelah pintu terbuka ia masuk dan dengan sigap memencet
tombol satu. Kebetulan waktu itu ada Cempluk, salah satu mahasiswi juga masuk
ke dalam lift bersama Koplo, dan Cempluk juga memencet tombol. Setelahnya pintu
menutup, keduanya bergerak turun. Dengan cepat lift berhenti dan pintu membuka.
Cempluk keluar, begitu juga dengan Koplo.
Namun alangkah kagetnya Koplo setelah
melihat suasananya bukan lantai dasar.
“Badalah,
kok rung tekan ngisor.” Grundelan Koplo.
Ia sempat bingung. Di depannya ada
tangga turun, ia lalu berjalan menuruni tangga tersebut. Sayangnya ada tiga
tangga yang harus ia lalui untuk sampai lantai dasar. Ketika sampai di lantai
dasar, ia baru sadar bahwa ia tadi sewaktu turun dengan lift bersama Cempluk hanya turun satu tingkat yaitu lantai empat,
karena memang Cempluk memencet tombol empat.
“Asemik.
Kaya ngene og arep golek beasiswa S2?” batin Koplo sembari geleng-geleng
kepala sendiri.
Langkah
3
Menyesuaikan
Tulisan Dengan Jumlah Kata Yang Diminta
Disini kita juga
bisa merubah, menambah maupun menghapus kalimat. Kita juga harus menyesuaikan
jumlah kata yang diminta. Biasanya kurang lebih 250 kata. Kalimat-kalimat yang
kurang efektif mungkin bisa dihapus. Biasanya kalimat yang kurang efektif
seperti ini jika nanti tulisan dimuat maka akan dihapus juga oleh redaktur.
Contoh Ketikan
Balada Naik Lift
Berpendidikan
tinggi ternyata tidak selalu paham akan kesadaran berteknologi. Buktinya, John
Koplo, guru swasta di SMA Boyolali yang menyandang gelar Sarjana inipun masih kikuk menggunakannya. Seperti kejadian
beberapa pekan yang lalu saat ia bertandang ke kampus ngetop di Solo, terkait
informasi beasiswa S2. Untuk itu, jam delapan pagi ia sudah siap dengan
semuanya dan langsung berangkat.
Setelah satu
jam-an perjalanan, Koplo sampai kampus dan segera menuju ke fakultas
pendidikan.
“Pak, kantor
Pascasarjana di mana ya?” Tanya Koplo kepada satpam Gembus.
“O.. Silahkan
naik, Pak. Lantai lima.” Jawab Gembus.
Koplo segera
naik ke atas dengan menaiki Lift, dan
dengan cepat sampai di gedung lima. Beberapa saat menanyakan informasi kepada
penjaga kantor, akhirnya selesailah agenda Koplo dan bisa pulang.
Ia kembali ke
depan Lift, setelah pintu terbuka ia
masuk dan memencet tombol satu. Kebetulan waktu itu ada Cempluk, salah satu
mahasiswi yang juga masuk ke dalam lift bersama
Koplo. Setelah pintu menutup, keduanya bergerak turun. Dengan cepat lift berhenti dan pintu membuka. Cempluk
keluar, begitu juga dengan Koplo.
Namun
alangkah kagetnya Koplo setelah melihat suasananya bukan lantai dasar.
“Badalah, kok rung tekan ngisor.”
Grundelan Koplo.
Ia sempat
bingung. Di depannya ada tangga turun, ia lalu berjalan menuruni tangga
tersebut. Sayangnya ada tiga tangga yang harus ia lalui untuk sampai lantai dasar.
Ia baru sadar bahwa sewaktu turun dengan lift
bersama Cempluk hanya turun satu tingkat yaitu lantai empat, karena memang
Cempluk memencet tombol empat.
“Asemik.
Naik lift aja masih gagap, kok mau cari beasiswa S2?” Batin Koplo sembari
geleng-geleng kepala sendiri.
Perbandingan tulisan dalam langkah 1,2 dan 3.
Jika tulisan sudah memenuhi persyaratan dan
kita anggap cukup, sekarang silahkan untuk mengirimkan. Bagi yang belum
tahu cara mengirimkannya, Silahkan mempelajarinya, klik di Sini.
Setelah karya tulisan kita dikirimkan, maka semua tergantung pada redaksi harian yang akan menyeleksinya. Jika tulisan kita layak untuk dimuat, maka kita juga harus mengikhlaskan tulisan kita untuk diedit bahkan diganti judulnya oleh redaksi.
Setelah 4 hari pengiriman, saya cek di epaper Solopos dan cerita saya nongol dengan judul yang berbeda. Aku anggap lumrah untuk penulis seperti aku yang belum profesional. Lalu aku membeli korannya. Wujudnya seperti ini.
Horeeee...
Demikian tadi Proses Nulis Ah Tenane Solopos yang sering aku lakukan. Mungkin banyak cara proses menulis. Untuk mempelajari lebih mendalam, Klik Di Sini. Proses diatas hanya sebagai contoh saya, bukan harga mati. Ingat, yang harga mati itu hanya NKRI saja.. hehe... Oke. Selamat Mencobanya Bro,...
Untuk Mendalaminya, Baca Tulisan Yang Terkait
Nulis Pengalaman lucu "Ah Tenane" dapat 75.000,-. Mau?Langkah Sederhana Nulis Ah Tenane
Kuasai Ini Agar dimuat Ah Tenane Solopos
Contoh Tema/Ide Dalam Cerita Ah Tenane
Proses Nulis Ah Tenane
0 Komentar untuk "Proses Nulis di Koran Solopos Rubrik Ah Tenane"